LUDI SANG MEDIUM CILIK BAG I

PABRIK KOPI ROBUSTA

" Arwah tidak bergerak dengan raga, tidak bicara dengan mulut, tidak melihat dengan mata. Arwah menggeliat bangun karena cinta ngilu yang mencekam. Karena kemarahan hebat menerkam, Karena kepedihan luka hati yang berdarah. Wahai penguasa alam kegaiban, bukakan pintu kedunia para arwah." mantra itu terus di baca, makin cepat dan semakin cepat .



***

Ludi pemuda cilik berusia 10 tahun , yang dianugrahi tuhan dengan memiliki kemampuan melihat dan berinteraksi dengan para arwah. Disuatu saat, ia dibuat pusing oleh kehadiran arwah gadis cilik berbando bunga mawar yang menamakan dirinya nesya dan kake bermantel biru. Kedua arwah itu terus mendesak ludi untuk menolongnya, bahkan mengikutinya terus hingga ke sekolahan.Ludi kesal dan prustasi, yang lebih menyedihkan lagi, tak ada satu orangpun yang mempercayai keluhannya, termasuk orang tuanya sendiri. Ayah ludi malah berinisiatif akan membawa ludi ke psikiater, karena menganggap ludi terlalu banyak berkhayal.

Dalam keadaan putus ada, donald teman akran dikelasnya mengajak ludi ke rumahnya dan memperlihatkan sebuah buku tentang medium, para penghubung arwah karya Jaya Adi Prakasa, seoarang paranormal terkenal. Saat itu ludi mengajak donald untuk menemui paranormal itu dengan harapan kemampuannya melihat para arwah bisa dihilangkan. 

Tapi harapan tinggal harapan, sesampai di rumah pak Jaya Adi Prakasa rudi harus rela menelan kecewa, karena paranormal itu terkena struk berat. Bukannya kemampuannya melihat para arwah bisa hilang, ludi dan donald malah diajak berpetualang ke dunia para arwah oleh paman maun, lelaki kurus asistennya pak Jaya Adi Prakasa, yang selama ini dengan setia merawat sang paranormal.

Di dunia yang serba menakjubkan itulah ludi, donald dan paman maun diantar penjaga arwah untuk menemuai nesya dan kakek bermantel biru di padang bunga ros. Akhirnya ludi setuju membantu kakek bermantel biru  untuk menjadi penghubung ke pak Aditya, papanya nesya si arwah gadis cilik berbando bunga ros. sejak itu ludi dan donald mengemban misi dari arwah kake bermantel biru untuk menyelamatkan Pabrik Kopi Robusta pak Aditya yang hampir bangkrut. 



***
Bagian 1

Malam itu, malam akhir pekan yang mencekam. Hujan turun membadai , airnya seperti di tumpahkan dari langit. Kilat berulang-ulang menyambar, membelah angkasa kelam. diikuti bunyi gelegar geledek yang menggetarkan bumi. Tiupan angin menggila, mengibaskan air hujan, membuat pepohonan merunduk, sebagian dahannya berderak patah. Seluruh penerangan tiba-tiba padam. membuat wajah kota tertelan gulita.
       Dijalan yang sunyi dan kelam. ditengah hujan badai yang mendera. Sebuah mobil sedan berjalan merayap. Lampunya tampak redup dihadang lebatnya guyuran air hujan. Seorang pria yang duduk dibalik kemudi tampak sangat hati-hati mengendalikan setir. Beberapa kali mobil terguncang, karena melewati jalan berlobang yang di genangi air . Seorang pria setengah baya yang mengenakan mantel biru dengan slayer kuning melilit lehernya duduk disamping sopir sambil melipat kedua tangan di dadanya. Dari radio terdengar suara reporter mengabarkan berita cuaca yang kian memburuk.
 
  "Tadi pagi saya sudah mendengar berita perkiraan cuaca di tivi, bahwa akan ada badai malam ini. Tapi saya tidak mengira akan sehebat ini," kata sang sopir sambil terus mengawasi permukaan jalan di depannya. Air hujan lebat menampar-nampar kaca mobil, memburamkan jarak pandang. Wiper yang bergerak-gerak mengibas kaca , sama sekali tak banyak berpengaruh.
      Lelaki bermantel biru hanya mendesah.
      Sementara istrinya yang duduk di jok belakang , sedari tadi tidak berhenti mengomel. Seolah badai hujan yang menggila sama sekali tidak mempengaruhinya. Anak gadis kecilnya yang berusia sembilan tahun tak henti - hentinya merengek sambil mencubiti tangan ibunya.
      "Mami sih, Nola pingin banget tahu baju balon itu. Teman -teman Nola sudah pada punya baju yang kaya begitu. Pokoknya Nola pengen dibeliin baju yang kaya begitu,titik."
      "Sudah jangan nyubitin mami terus, sakit tahu!"ibunya menghardik. " kamu pikir cuma kamu yang sebel hah? Mami juga sebel. Mami tadi belum selesai belanja bulanan. masih banyak yang harus mami beli. Bapak kamu sih, sedari tadi ngedumel terus ngajak pulang. kalau belanja bareng laki-laki begitu, rese."
      "sudahlah mami, maafin papi. nanti kapan-kapan kita ke mall lagi belanja." kata laki - laki bermantel biru.
      "Kapan-kapan, kapan? Minggu depan?"
      "Boleh, minggu depan gak jadi masalah."
      "Tapi kan mami belum ke salon. seharunya hari ini mami cuci rambut, gunting rambut, cuci muka. nih tampang udah gak karuan."
      "Kata siapa? mami masih tetap cantik kok." rayu suaminya sabar.
Wanita itu cemberut
       Aditya, pemuda kecil berusia dua belas tahunan yang duduk di samping adik perempuannya, sedari tadi hanya terdiam. Kelihatannya dia amat tertekan mendengar ocehan ibunya dan rengekan adik perempuannya. Matanya tak henti mengawasi ke luar jendela mobil. Tatapannya diliputi kengerian. Ia bergidik, melihat pepohonan yang meliuk-liuk dihempas angin. suaranya menderu-deru seperti lenguhan monster kelaparan.
       Mobil terus merayap membelah hujan.
       "mami juga tadi belum sempat beli baju." wanita itu kembali menggerutu.
       "Bukannya tadi mami udah beli?" tanya suaminya.
       "Baju atasan doang, belum beli bawahannya. Besokkan ada acara arisan bulanan teman-teman mami, masa mami gak pake baju baru."
       Lelaki bermantel biru itu menghela nafas kesal. " Masa setiap arisan harus pake baju baru sih mam."keluhnya.
       "Ia dong, masa istrinya pak Permadi, pemilik pabrik kopi, orang terkaya di kota ini nggak mampu beli pakaian sebulan sekali. yang malu siapa? papi kan?"
       "Iya maafin papi, habis tadi ada telephone dari pabrik, ada masalah dengan serius dengan ketel besar, jadi malam ini juga papi harus segera kesana."
        Tak terasa mobil sudah sampai dihalaman rumah besar. Seorang satpam yang mengenakan jas hujan keluar dari gardu, dan berlari di bawah guyuran hujan yang lebat. Dengan tergesa mendorong pintu pagar besi hingga terbuka lebar. Mobil melaju masuk, dan satpam bermantel hujan kembali menutup pintu gerbang. Dipelataran rumah mobil berhenti, sang nyonya rumah yang masih saja menggerutu keluar diikuti anak gadisnya. Ia berteriak-teriak memanggil pembantunya.Dua orang wanita kampung datang tergopoh-gopoh.
        "Ambil semua belanjaan dimobil." perintah wanita itu sambil terus masuk kedalam dengan dada mendongak ke depan.
        Sopir menurunkan semua bungkusan belanjaan yang memenuhi bagasi.
        Aditya, pemuda kecil yang sedari tadi hanya terdiam,sebelum turun dari mobil berpaling pada ayahnya, " Ayah akan kembali kepabrik?" tanyanya.
       "Iya nak, salah satu ketel besar kita dipabrik bermasalah."
       Anak itu berdiri menatap ayahnya khawatir."Hati-hati dijalan ya ayah, badai hujannya besar sekali."
      "makasih nak, sudah mengkhawatirkan ayah."
      Aditya, masuk kedalam rumah dengan kepala tertunduk. Sesekali ia berpaling pada ayahnya.Dia amat khawatir dengan badai yang terjadi diluar sana.Sungguh, keluar rumah dalam cuaca seburuk ini amat tidak aman.
      Setelah semua belanjaan selesai dikeluarkan, dan dua pembantu sudah mengangkutinya ke dalam, sopir segera menutup bagasi itu kembali. Lalu ia kembali masuk kedalam mobil. Sejenak ia berpaling pada laki-laki bermantel biru yang masih duduk disampingnya,"kita kembali kepabrik sekarang pak?"tanyanya.
       "Ia. anak-anak pasti sudah menunggu kita disana. Aku harus tahu sekarang juga, apanya sih yang bermasalah dengan katel itu? karena besok katel itu harus normal kembali." 
       Pak sopir menstarter mobilnya. Satpam yang mengenakan jas hujan, begitu melihat mobil melaju akan keluar kembali,dengan cepat berlari keluar gardu dan membukakan pintu gerbang. Mobil itu kembali merayap keluar membelah hujan.
       "Itulah wanita, sangat memuakkan," keluh lelaki bermantel biru setelah agak jauh meninggalkan rumah.
        Sopirnya hanya terdiam, ini keluahan pak permadi yang keseratus kalinya mengenai istrinya.
        "Dulu ibunya Aditya, tidak seperti ini.Istriku yang sekarang ini sangat luar biasa, banyak keinginan dan selalu menuntut." 
        Si sopir tidak memberikan komentar apapun, karena dia mengerti tuannya tidak membutuhkan dirinya berkomentar. Ia sedang menumpahkan kekesalan. Diluar badai hujan semakin menggila. Si sopir berkonsentrasi mengawasi jalanan yang akan mereka lalui.Beberapa kali sambaran kilat menyilaukan mata, diikuti bunyi gelegar yang menggetarkan dada. Tiupan angin kian menggila mebuat guyuran air hujan dan dahan-dahan pepohonan meliuk-liuk.
      Duar!
      Tiba-tiba suara kilat menggelegar keras, menyambar sebuah pohon kelapa besar yang  berdiri dipinggir jalan di depan mobil mereka. Pijaran api merambat cepat dari pangkal pohon.
      "Awas!!" teriak lelaki bermantel biru dengan wajah pucat. Sopirnya ternganga panik. Dan Kreeeek Bumm!! Pohon itu jatuh, batangnya menimpa badan mobil hingga remuk. Dua orang yang berada didalamnya tak sempat menyelamatkan diri. Percikan api keluar dari tubuh mobil bersamaan dengan asap yang mengepul. Secara perlahan lampu mobilpun padam. Darah merah mengalir dari bawah bangkai mobil terbawa air hujan.
      Setelah amukan badai hujan berhenti. Dan alam mulai tenang. Dikekelaman malam yang menghitam.Dikeheningan alam yang mencekam. Diantara bunyi tetesan air yang jatuh dari ujung dedaunan. Dua roh keluar dari bangkai mobil yang terjepit pohon kelapa besar. Keduanya melayang secara perlahan keudara. Terus melayang keatas,seperti dua balon gas. Tiba-tiba seberkas cahaya putih yang muncul dari langit menyedot keduanya kedalam pusarannya. Setelah kedua arwah itu tertelan, cahaya putih itu membias dan menghilang. Kedua arwah itu telah dibawa ke alam lain.Yaitu alam kegaiban Tuhan.
***

 Tujuh belas tahun kemudian.
     "Luuuuuudiiiiiiiii............Luuuuuuuuuuuuudiiiiiiiii...........Luuuuuuudiiiiiiiii......" Suara gadis kecil itu terdengar memanggil-manggil nama Ludi, pemuda kecil yang masih tertidurr meringkuk didalam kamarnya yang hangat. Lengkingan suaranya timbul tenggelam seperti terbawa angin. kadang amat jelas, namun kemudian suaranya terdengar lamat-lamat jauh.Di saat bersamaan panggilan itu berubah mendaji desisan di cuping telinga ludi. Membuat bulu kuduk pemuda kecil itu berdiri. Diliputi rasa kesal, Ludi menutup kepalanya dengan bantal. Dia masih teramat ngantuk. Tapi panggilan itu semakin menggila. Menggema memenuhi seluruh ruang kamarnya yang kecil.
     "Aku mohon Nesya, jangan ganggu aku lagi...," Pekik ludi putus asa. Ia semakin membenamkan kepalanya kedalam bantal, sambil menutupi kedua lobang kupingnya rapat-rapat. Daun pintu kamarnya menderit, kakek tua bermantel biru dengan slayer wol berwarna kuning melingkari lehernya masuk. Seperti biasa, ia akan berdiri disamping tempat tidur ludi seraya menatap pemuda kecil itu lekat-lekat. Wajahnya yang pias, serta bola matanya yang gelap menyiratkan permohonan yang amat sangat.
     Ludi menggigil." Maafkan aku,aku tidak bisa.Aku masih kecil," teriak Ludi
     Lalu tanganya yang keriput merengkuh bahu ludi, dan mengguncangkannya keras, "Ludi...Ludi...Ayo bangun sudah siang.Kamu harus berangkat sekolah."
     Pemuda kecil itu terperanjat dengan tubuh bermandi keringat. Ia menemukan ibunya berdiri disamping pembaringan. Wanita cantik itu menggelengkan kepalanya. "Kamu mulai ngigau lagi Ludi," ujarnya." atau mulai lagi berkhayal dan berbicara sendiri? Hentikan kebiasaan buruk itu Ludi.Jangan membuat mami takut."
     Ibunya menghampiri jendela dan membukakan tirai. Cahaya matahari pagi menyeruak masuk ke dalam kamar, menyilaukan pandangan. Ludi mengucak kedua.
bola matanya dengan punggung lengannya. Ia beringsut duduk bersila diatas tempat tidur.
     "Ada dua arwah penasaran yang belakangan ini ngikutin Ludi terus mami,"
      Ibu ludi yang baru saja mematikan lampu tidur diatas meja belajar, menatap putranya iba "Ayolah Ludi,jangan mulai lagi."
      "Ini nyata mami," Ludi bersikeras, "mereka masuk ke kamarku, berbicara denganku, menyentuhku, kadang mengikutiku terus sampai kesekolah."
      "Sudahlah Ludi,itu cuma khayalan.kamu terlalu banyak membaca buku misteri."
      "Percayalah mami,Ludi tidak berbohong.Mereka memaksa ludi untuk membantunya.."
      "Stop Ludi, jangan bicarakan omong kosong itu lagi!"hardik ibunya. "Mami sudah lelah mendengar khayalan-khayalan kamu yang aneh itu. Sekarang sudah siang, cepet mandi, ganti pakaian, mami sudah menyiapkan sarapan dibawah," ibunyapun berlalu keluar.
       Ludi meninju permukaan kasur geram. Tak ada yang mau mempercayainya.Semua orang menganggap dirinya aneh. Begitu juga dengan ibunya.Ia merasa benar-benar sendiri didera perasaan takut.Padahal ia amat membutuhkan orang yang bisa diajak berbagi hati. Orang yang mau memahami perbedaannya. Arwah-arwah itu sungguh membuatnya hampir gila.Ia tidak mampu mengusirnya,disamping tidak memiliki kemampuan untuk menolongnya.
      "Luuuudiiiii.... Luuuudiiiii..." Suara panggilan Nesya, arwah gadis kecil berusia enam tahun kembali terdengar. Ludi menyingkapkan selimut bergambar otomotif yang menutupi kakinya. Lalu dengan perlahan ia turun dari atas tempat tidur dan berjalan ke bibir jendela. Daun jendela dibuka lebar-lebar.Karena ia menempati kamar dilantai dua,Pemuda kecil itu melongokan kepalanya kebawah. Ketaman samping rumahnya yang luas. Disanalah, Ditengah taman itu ia melihat nesya berdiri dengan gaun putihnya yang cantik serta bando berhias rangkaian bunga ros kecil terselip dirambutnya yang panjang bergelombang.Gadis itu mendongak keatas, menatapnya tanpa ekspresi.
       "Aduh dia lagi,"Keluh Ludi.
       Nesya menyeringai seraya melemparkan setangkai mawar kearahnya. Hanya setangkai,tapi anehnya bunga yang masuk memberondong kedalam jendela kamar Ludi dan menghujani tubuhnya jadi puluhan tangkai. Pemuda kecil itu diliputi rasa heran memunguti tangkai bunga yang berserakan didekat kakinya. Dengan repot dikumpulkannya, kemudian didekapnya. Ludi kembali melongokan kepalanya kebawah mencari Nesya. Tapi baru saja ia ingin mengucapkan sesuatu, tubuh hantu gadis cilik itu sudah melesat menimbulkan hembusan angin dingin. Dalam sekejap mata, ia sudah berdiri mengambang didepan jendela.Pas dihadapan Ludi.
       "Aku sudah membantu kamu ludi," ujar gadis itu dengan suaranya yang mendesis."sekarang tolong bantu aku."
       Ludi mengerutkan keningnya."apa maksudmu?aku tidak mengerti."
       Mata hantu gadis kecil itu menatapnya kelam.
       Diluar kamar,Ludi mendengar suara langkah kaki menaiki tangga. Pemuda kecil itu menjadi panik, urusan dengan hantu kecil ini belum selesai.Ia mendekatkan wajahnya kearah neysa seraya berbisik "Aku merasa tidak mendapatkan bantuan apapun dari kamu nesya."
       Suara langkah kaki itu semakin dekat.
       "Justru kamulah yang telah merepotkanku."
       Pintu kamarnya terbuka. Diliputi ketegangan Ludi segera berpaling. Ayah Ludi berdiri diambang pintu.Lelaki tampan itu sudah sangat rapi dengan stelan kerjanya. Ia mengenakan kemeja putih bergaris tipis, dan celana panjang berwarna coklat susu.Dasi bermotif lurik tergantung dilehernya.
       "Lho... kok kamu masih mengenakan piyama?" tanya ayah ludi heran.mata lelaki itu menangkap kuntum-kuntum mawar yang berada dalam dekapan Ludi. Iapun tersenyum menggoda."Rupanya jagoan papa sudah memiliki penggemar ya.."
       Ludi tersipu canggung.
       Ayahnya mendekat dan berkata bangga seraya mengucak rambut Ludi, "tentu banyak gadis disekolah yang tergila-gila pada putra papa yang tampan ini."
       "Papa ini bukan........."
       "Sudahlah gak usah dibahas, papa gak bakal nanya soal pacarmu. ngak penting banget tau, sekarang cepat mandi. Kita tidak boleh berangkat kesiangan lagi." ayah Ludi berlalu.Tapi sebelum keluar dari kamar, dia kembali berpaling pada putranya."Oya Ludi, papa pengen ngucapin terimakasih, karena kamu sudah mencucikan mobil papa dan menyemir sepatu papa."
       Mata Ludi terbelalak heran. Lalu ia berpaling pada Nesya yang masih berdiri mengambang didepan jendela. Gadis itu tersenyum.lebih tepatnya menyeringai.
       "Kamu oke banget sekarang ya.. selain ganteng, kamu juga pinter nyenengin hati orang tua," dengan bangga ayah Ludi mengacungkan kedua jempol tangannya seraya mengedipkan matanya. "Cepat mandi dan beres-beres ya,papa akan menunggumu dibawah," lalu ayah Ludi pun menghilang dibalik pintu, menyisakan suara langkah sepatu yang kian lama kian menjauh.
       Ludi berpaling pada Nesya."Jadi yang belakangan suka nyuciin mobil papaku kamu?"
       Nesya tersenyum dingin."Itu bukan sekedar menolong meringankan tugasmu Ludi. Tapi hutang."
       Seketika tubuh Nesya pecah. Membentuk gumpalan cahaya putih yang melingkar. Hingga kemudian cahaya itu mengecil, terus mengecil dan menghilang. bersinonim dengan cahaya matahari pagi yang bersinar cerah.
      Ludi menggaruk kepalanya tidak gatal. "Gila kale... Hantu kok maksa." Maki ludi seraya membuang kuntum-kuntum bunga keluar jendela dengan geram. Anehnya, tanpa Ludi sadari kuntum-kuntum bunga itu melayang kebawah lalu pecah dan hilang seperti lingkaran busa sabun. Sambil menggerutu Ludi meraih sehelai handuk dan masuk kamar mandi.

      Dimeja makan seluruh keluarga kecil Ludi sudah berkumpul untuk sarapan pagi. Ibunya sibuk membuat juice jeruk didapur sambil nyanyi lagu buaya daratnya Ratu. Ayahnya tengah menikmati secangkir kopi susu sambil menyimak koran pagi. Ruli, kakak perempuan Ludi yang duduk dibangku kelas dua SMP sudah rapih dengan seragam biru putih. Rambutnya yang lurus dipermanis dengan bando warna ping. Ia tengah menyantap nasi goreng telur mata sapi. Sementara Fulli, adik Ludi yang paling bungsu ,seperti biasa duduk diatas kursi bayi sambil asik ngedot. Ludi sendiri baru saja selesai dandan. Ia menuruni anak tangga, ini hari senin, Ludi sudah rapi dengan seragam merah putihnya juga dasi dan topinya.Sebuah tas buku tersangkut dipunggungnya.
     Ayahnya menggapai, "Cepat...cepat...cepat....sudah siang,nanti kita telat".
     "kamu tuh kebiasaan." Omel ibu Ludi seraya menyodorkan segelas juice jeruk ke depan Ludi, "susah bangun pagi,suka ngigau, suka ngomong sendiri.Semua itu membuat mami stres tau."
      Ayah Ludi melipatkan korannya,"memangnya ada apa lagi sih mam?"
      "Nih si Ludi,mulai lagi dengan tokoh-tokoh hantu gentayangannya."
      Ruli tertawa cekikikan ."Sekarang masih hantu nenek penunggu toko bunga, atau preman di halte bis?"
      Ludi cemberut.
      "Bohong banget tahu, mana ada hantu berkeliaran disiang bolong."
      "Ruli...!" bentak ayah Ludi."Biarkan adikmu mengembangkan imajinasinya. Siapa tahu dia nanti akan menjadi pengarang hebat."
      "Papa nggak tau sih,tapi Ludi tidak sekedar mengkhayal.Dia sudah keterlaluan.Dia bikin mami takut."
      "Maksudnya?"
      "Contohnya begini nih pa," Ruli berkata."Ludi  ngomong sendiri di kursi belakang, dan ketika ditanya dia bilang sedang ngomong dengan nenek penjaga toko bunga yang datang kesini untuk menemui Ludi.lalu ia memaki-maki sendiri dikamar, ketika Ruli masuk dan bertanya, jawabnya apaan ayo..?Hantu preman halte bis datang dan memaksa Ludi untuk mengantarkannya keseseorang.Ludi tidak mau dan hantu preman itu mau menerkamnya.Gila ngga coba?"
      "Aduh papa, mami kehabisan akal bagaimana caranya mengendalikan Ludi.Ini bisa membuat mami gila."
      Ayah Ludi menatap putranya yang mulai menyantap nasi goreng."Ludi, betul yang dikatakan mamimu dan Ruli?"
      "Semua orang menganggap Ludi gila.Padahal roh-roh itu memang ada.Hanya Ludi yang bisa lihat."
      Mata papa Ludi menatap putranya diliputi perasaan ngeri. ia tidak mengira kalau aduan istrinya selama ini selalu diabaikannya,ternyata betul. Ini masalah serius."Papa akan bicara empat mata denganmu nanti."Ujarnya kemudian.
      Pagi itu, disepanjang jalan menuju sekolah,didalam mobil, mereka hanya terdiam. Tak ada lagu nidji terputar ditape mobil menceriakan awal pagi mereka seperti biasanya. Semuanya kehilangan ceria.Ayah Ludi hanya menyetir tanpa berbicara sepatahpun. Ludi duduk melipatkan tangannya disamping ayahnya.Ruli duduk terpaku dijok belakang sambil tak henti menatap ke luar jendela mobil. Sesekali ia mengutak-ngatik handphone ditanganya.Karena sekolah Ruli jaraknya lebih dekat dari sekolah Ludi, maka gadis itu yang duluan turun dari mobil. Kini tinggal Ludi dan ayahnya.
      "Sekarang papa ingin bertanya padamu Ludi," kata ayahnya kemudian.
      "Bagaimana kamu merasa kalau kamu bisa melihat arwah?""
      "Demi tuhan papa, arwah-arwah itu ada. Ludi bisa melihatnya. Bisa berbicara dengan mereka."
      "Kamu serius?Apa mungkin itu cuma khayalanmu saja."
      "Papa ini nyata.Sekarang ada dua arwah yang terus-terusan mengikuti Ludi.Satu arwah gadis cilik bernama Nesya,yang satunya lagi kakek-kakek.Ludy tidak tahu namanya."
      Ayah Ludi semakin merasa khawatir."Belakangan ini buku apa yang sering kamu baca?".
      "Cuma komik jepang.dan beberapa buku misteri."
      "Mungkin papa akan membawamu ke psikiater minggu depan."
       Ludi menatap ayahnya kaget."Ludi mohon papa,Ludi ngga gila."
       Pagi itu disekolah Ludi lebih banyak berdiam diri. Dia benci, tidak ada satupun keluarga yang mempercayainya. Malah semua keluarganya menganggap dia gila. Dan kini ayahnya berinisiatif untuk membawanya ke psikiater minggu depan. Benar-benar keterlaluan.Dan yang lebih membuatnya putus asa adalah arwah-arwah itu. Apa sebenarnya yang mereka inginkan dariku? Keluh Ludi dalam hati.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar