LUDI SANG MEDIUM CILIK PART 4

     Setelah makan dan berganti pakaian, Ludi mulai mempersiapkan diri untuk perjalanannya mencari rumah pengarang buku "medium, penghubung para arwah" Jaya Adi Prakasa. Ia mengenakan T-shirt sporty warna biru dan celana jeans komprang sebatas betis. Beberapa peralatan ia masukan kedalam tas ransel,dari senter kecil , pisau lipat, dan beberapa bungkus biskuit yang dia ambil dilemari dapur. Juga satu botol air mineral. Kini ia harus memecahkan si ayam jago merah .Celengan yang sudah dua tahun tidak ia buka. Sejujurnya Ludi agak ragu-ragu untuk memecahkan siayam jago, karena sebelumnya ia sudah janji dalam hatinya hanya akan membongkar ayam jago itu jika ia sudah lulus sekolah dasar setahun setengah lagi. Ludi mengocok-ngocok celengannya bimbang. Suara uang terdengar bergemerincing. Arwah sikakek bermantel biru duduk dikursi belajar Ludi seraya tersenyum simpul, mengawasi Ludi yang kelihatan ragu.
     "Kenapa? Senang melihat saya bangkrut?!" Geram Ludi seraya melototi arwah kakek itu. "Tidak apa kehilangan celengan ini, yang penting aku terbebas dari kalian."Cibir Ludi.
      Sikakek tersenyum mencong. Lalu bayangannya melayang keluar menembus tembok.
      Ludi menghela nafas kesal.Sekali lagi siayam jagonya diguncang-guncang. Berat rasanya harus mengorbankan ayam jagonya. Tapi apa boleh buat, ia tidak punya cukup uang saku untuk perjalanannya sore ini. Maka dengan sekali banting, ayam jagonya pecah berkeping-keping. Ludi meraup dan memasukan uang yang berceceran dilantai kedalam ranselnya tanpa menghitung. Sebelum keluar dari kamar, Ludi menyempatkan diri melongok keluar jendela, ketaman samping rumahnya. Disana Ludi melihat Nesya berdiri seraya melambaikan tangannya. Ludi tersenyum sinis. "Kita lihat saja nanti, apakah aku bisa membantumu atau justru memusnahkanmu dari pandanganku Nesya." Ludi menutup jendelanya.
       Waktu dijam tangan Ludi menunjukan pukul tiga belas tiga puluh. Setengah berlari Ludi turun ke bawah, masuk kedalam garasi dan mengambil sepeda gunungnya. ia mengenakan helmnya dengan tergesa. Dihalaman rumahnya Ludi berpapasan dengan ibunya.
        "Ludi kamu mau kemana?" Teriak ibunya begitu melihat Ludi melintas kencang dengan sepedanya.
         "Kegunung mami," Jawab Ludi sambil terus melaju. "Mau cari beberapa contoh tumbuhan untuk praktek biologi." bohong Ludi.
         Ibunya menggelengkan kepala, kesal melihat Ludi pergi tanpa pamit. Ludi mengayuh sepedanya melintasi jalan pintas menuju danau. Kemeja kotak-kotak tak terkancing yang sengaja dipakai melapisi T-shirtnya berkibar kebelakang kebawa angin. Pada jalur yang berbeda, Donald pun mengayuh sepedanya tak kalah kencang dengan Ludi. Mereka sampai ditepi danau hampir berbarengan. Nafas keduanya tanpa engos-engosan.
        "Apa yang dibawa ditas ransel?" tanya Donald seraya mengatur nafasnya yang putus-putus.
        "Sedikit perbekalan untuk kita dijalan." Jawab Ludi."Kira-kira jam berapa kita bakalan sampai tempat tujuan?"
        Donald melihat jam tangan G-Shok dilengannya. "Kalau tidak ada halangan kita akan sampai jam tigaan atau paling lambat setengah empat."
       "Oke kita cabut sekarang."
       Keduanya mengayuh sepeda kejalan utama.
       Rumah paranormal terkenal, Jaya Adi prakarsa berada dikaki gunung. Disebuah pedesaan yang sejuk. Ludi dan Donald mengayuh sepedanya disepanjang jalan pedesaan yang rusak. Dikanan kiri jalan terhampar pesawahan dengan pohon padi yang menghijau. Layaknya seperti hamparan pemadani raksasa yang terbentang luas. Kedua anak itu dengan tangkas mengayuh sepedanya menghindari lobang-lobang jalan yang digenangi air.
      "Tempatnya masih jauh apa sudah dekat Don? "Teriak Ludi sambil terus mengayuh sepedanya mengikuti laju sepeda Donald.
      "Sebentar Lagi.Tinggal satu tanjakan lagi."
       Mereka dengan semangat terus mengayuh sepedanya. Peluh sudah membasahi seluruh tubuh keduanya. setelah mengarungi perjalanan hampir satu jam setengah akhirnya mereka menaiki tanjakan diujung pesawahan. Memasuki gelapnya perkebunan.tenaga keduanya hampir habis. Akhirnya mereka menuntun sepedanya menaiki jalan yang menanjak terjal.
      "Sebentar lagi. Hanya beberapa menit lagi. Setelah melewati tanjakan ini kita akan menemukan rumahnya disebelah kanan jalan.:Ujar Donald diantara nafasnya yang terputus-putus sambil terus menyeret sepedanya keatas.
      Betul saja. Setelah tanjakan terjal itu habis, mereka berdua menemukan sebuah bangunan terpencil disebelah kanan jalan.
      "Itu dia rumahnya." teriak Donald girang.
      Dan merekapun segera mengayuh sepedanya kencang.
      Rumah itu cukup besar dan dikelilingi pagar besi yang tinggi. Tapi tampak kusam tak terawat. Cat pagar besinya sudah terkelupas dan berkarat. Ada beberapa bagian dinding tembok yang runtuh hingga yang tampak tumpukan bata. Ludi dan Donald menepikan sepedanya didepan pintu gerbang rumah itu. Sejenak mereka berdua mengawasi rumah besar itu.
     "Sepertinya sudah tidak berpenghuni." Gumam Ludi.
     Donald mengintip kedalam melalui lobang piber yang menutupi pintu gerbang besi."Tapi ada sepasang sandal jepit didepan pintu belakang."
     "Kita coba aja ya." Tangan Ludi masuk kedalam lobang piber mencari slot pintu. Tapi yang dia temukan sebuah gembok terkunci."Digembok Don."
      "berarti ada penghuninya, soalnya digembok dari dalem.kalau gitu diketok aja."
      "Pake apaan ya...?" Ludi mencari sesuatu. Kemudian dia memungut sebuah batu.
      Treng!Treng!Treng!Treng!
      Besi pintu gerbang yang dipukul pake batu oleh Ludi terdengar berdenting nyaring. Tapi tidak terdengar sahutan apapun dari dalam. Rumah itu sepertinya memang sudah lama ditinggalkan penghuninya.
      Ludi mengulang lagi. Kali ini lebih keras. Tapi suasana didalam tetap saja sunyi. "Sepertinya rumah ini memang sudah kosong."
      "Tidak mungkin," Kilah Donald. "Buktinya pintu gerbang dikunci dari dalam .Aku yakin didalam ada orangnya." Donald menebarkan pandangannya.
     "Mungkin ada jalan lain untuk bisa masuk kedalam rumah ini." katanya.
     Ludi melihat pohon nangka disamping tembok. "Mungkin kita bisa masuk lewat sana." Kata Ludi.
     Donald tertawa."Yo kita coba."
     Mereka menuntun sepedanya kesamping rumah besar itu dan menyandarkannya didinding tembok pagar dibawah pohon nangka,
     Ludi mendongak mengawasi pohon nangka yang berdiri didepannya. "Kita harus memanjatnya supaya bisa melompat masuk kedalam tembok pagar ini."
     "Is Oke . No problem." ujar Donald riang.
     Keduanya menaiki pohon nangka itu dengan tangkas seperti dua ekor monyet. Begitu sampai diatas pagar tembok Donald tampak ragu. "Kayanya lumayan tinggi ya? kalau kita lompat kesana apa tidak sakit?"
      "Tidak ada pilihan, " Ujar Ludi. Lalu menjatuhkan ranselnya kebawah "Gue lompat duluan ya." Tubuh kecil Ludi meluncur.
     Gdubrak!!
     Ludi meringis, Telapak tangannya sakit membentur lantai konblok yang terhampar dibawah. Tapi segera ia bangkit dan mengacungkan dua ibu jarinya kearah Donald. "Quicly!Cepat men.Ngak apa-apa ko."
     Seraya menutup mata ,diliputi rasa ngeri akhirnya Donald mengikuti Ludi menjatuhkan diri. malangnya pantat Donald membentur sebuah Pot bunga, dan ia mengerang kesakitan.
     "Lu, engga apa-apa men?" tanya Ludi khawatir.
     "Sakit gila. pantat gue kena pot sialan ini,"
     "Coba lihat, memar gak?" Ludi memeriksa pantat Donald ."Kalau memar, gue bawa trombopob ditas."
     Pada saat itu sebuah tangan dingin mencengkram bahu Ludi dari belakang.
     "Apa yang kalian lakukan disini?" bentaknya.
     Seketika Ludi dan Donald berpaling, lalu berteriak sekuatnya diliputi rasa takut. Seorang lelaki bertubuh kurus dan berbaju kusam berdiri didepannya. Wajahnya pucat dengan kelopak mata cekung menghitam.
    "Stop!" bentak lelaki itu. Menghentikan teriakan Ludi dan Donald yang berkepanjangan.

***
Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar