LUDI SANG MEDIUM CILIK BAG 2

    Donald teman sebangku Ludi merasa heran pada sikap Ludi yang pagi ini terlihat murung. Donald menyenggolkan sikutnya ke pinggang Ludi."Ada masalah men?"
    "ngga ada.Cuma lagi bete aja."
    "Serius?"
    Ludi mengangguk lesu. Ketika ia berpaling ke luar jendela kelas, Ludi memaki, "Sial,kakek itu lagi," seketika ia menenggelamkan mukanya keatas permukaan meja dan menutupi kepalanya dengan tas buku.
     "Ada apa sih Lud?" tanya Donald heran.
     "ngga ada apa-apa," Suara Ludi gemetar.
     "Serius lho? pasti soal hantu-hantu itu lagi ya?"
     Ludi tadi melihat arwah kakek bermantel biru dengan slayer wol kuning tengah berdiri menatapnya diluar jendela. Perlahan Ludi kembali melempar pandang kearah jendela,lalu ia menarik nafas lega.Arwah kakek itu sudah tidak ada lagi disana. Ludi berpaling pada Donald "Gue ngga gila kan don?"
     Donald menggeleng."Memangnya kenapa?"
     "Soal hantu-hantu itu. Tak ada yang mempercayai cerita gue. Bahkan semua keluarga gue menganggap gue gila. Minggu depan bokap mau bawa gue ke psikiater."
     Donald menatap Ludi simpatik,lalu katanya"Gua ada punya buku dirumah.Gua yakin ini bisa memecahkan misteri loh."
     "Buku apaan Don?"
     "Ya tentang orang-orang yang memiliki kemampuan melihat arwah. Setelah membaca buku itu gue jadi inget lu. kalau lu mau ,lu bisa mampir ke rumah gue siang ini."
     Sepulang sekolah,seperti yang telah mereka sepakati berdua, Ludi mampir ke rumah Donald. mereka berdua mengobrak-ngabrik perpustakaan ayah Donald.Mencari sebuah buku.
     "Kemarin gue simpen dibarisan ini," kata Donald seraya menyisir barisan buku diatas Rak."Kok gak ada ya...?" Donald menggaruk kepalanya bingung. "coba cari sebelah sana, gue sebelah sini. Tapi hati-hati jangan sampai berantakan. Nyokap gue bisa marah."
     "Bukunya warna apa?" tanya Ludi.
     "Warna hitam.Judulnya, Medium penghubung para arwah."
     Mereka mencari dengan tergesa dan sedikit cemas. Takut ketahuan nyokapnya Donald. karena nyokapnya Donald itu orangnya apik. ia paling tidak suka kalau barang-barang dirumahnya diberantakin.
      "Kita harus cepat dapatin buku itu Lud,sebelum nyokap gue pulang."
      Tapi buku itu tidak juga ditemukan. Akhirnya Donald menurunkan buku-buku itu dari rak hingga berantakan dilantai. Diliputi perasaan panik mereka terus mencari. Hingga keringat membanjiri tubuh. Dan punggung baju seragam putih mereka basah.
      "Kok gak ada sih," keluh Donald. "Padahal baru kemaren siang."
      Diliputi rasa putus asa Donald dan Ludi duduk letih diantara berantakan buku dilantai. Tiba - tiba mata Ludi menangkap sesuatu. sebuah buku berwarna Hitam terselip diantara tumpukan buku lainnya. Ia merangkak untuk mengambilnya. Judul buku itu dibaca secara perlahan,"Medium penghubung para arwah."
      Donald tersadar. Buku itu segera diraihnya dari tangan Ludi."Ini dia buku yang kita cari." mata Donald berbinar-binar."Dimana kamu menemukannya?"
      "Disini. Diantara tumpukan buku ini."
      Donald beranjak seraya menciumi buku itu berulang-ulang saking gembiranya. "Sekarang kita rapihin dulu buku-buku yang lainnya, biar engga ketahuan nyokap,kalau kita udah ngobrak-abrik perpustakaannya."
      tergesa keduanya menyusun buku-buku itu lagi kedalam rak.
      "Harus rapi seperti semula." ujar Donald
      "Oke, prend."
      Setelah semuanya rapi, Donald dan Ludi berlarian masuk kedalam kamar Donald seraya bersorak riang. Buku itu dengan hati-hati diletakan dipermukaan lantai. Lalu mereka berdua membacanya sambil tertelungkup dengan serius. Lembar pertama dibuku dibuka.
*** 

KISAH PARA MEDIUM
Antara alam fana dan alam maya nyaris tak berjarak. Keduanya saling bergesekan, tapi tak terhubung. Seperti ikan yang tak bisa hidup didarat, dan manusia yang tidak mungkin hidup didasar samudra. 
       Mereka berdua membaca lembar demi lembar buku itu dengan seksama.
       "Intinya yang ini nich," Kata Donald. Lalu ia membaca baris kalimat demi kalimat "Di dunia ini ada sedikit orang yang dianugrahi kemampuan untuk berinteraksi dengan alam maya. Mereka orang-orang istimewa yang memiliki bakat alamiah untuk dapat merasakan, mendengar, bahkan melihat alam kegaiban Tuhan..."
       "Sekarang kamu percaya, bahwa kemampuan kamu melihat para arwah itu istimewa."
       Ludi terpaku sejenak. Ia merasa bahwa kemampuannya melihat para arwah itu sangat tidak berguna. Istimewa apanya? Justru amat menyiksa."Adakah sebuah cara untuk mematahkan kemampuan itu?" tanya Ludi gamang.
       Donald menatap Ludi tidak mengerti."maksud loh?"
       "Gue kepingin arwah-arwah itu berhenti mengganggu.Gue pingin hidup normal. Gue ogah punya kemampuan aneh seperti ini. Ngga ada gunanya tahu."
       Donald mengangkat bahunya tak berdaya.
       Ludi meraih buku hitam itu, mencari nama pengarangnya ."JAYA ADI PRAKASA. Siapa ini? Jaya Adi Prakasa? Pasti ada petunjuk untuk bisa menemuinya. Kita cari alamat penerbit bukunya."
      "Gue gak ngerti apa yang lo pikirkan?"
      "Gue pengen nemuin pengarang buku ini, pasti dia tahu bagaimana caranya menghilangkan kemampuan melihat para arwah."
      "Lo serius?"
      "Yeaaaa serius banget. Kemampuan kaya gini ngga ada untungnya tahu." Kata Ludi sambil membolak balik jilid buku mencari alamat penerbitnya. "Kok gak ada alamat penerbitnya?"
      "Ya engga ada dong. Orang buku ini diterbitkan secara Independent .Kata bokap gue ngga ada satu penerbitpun yang mau menerbitkan buku ini. karena mereka menganggap buku ini tidak menjual." 
       "Bokap lo? Berarti bokap lo tahu penulis buku ini?"
       "Ya tahu. Orang guru spiritualnya bokap gue."
       "Lo tahu alamatnya?"
       "Gue pernah diajak sekali kesana. tapi dulu.Dulu sekali Gue sendiri lupa -lupa ingat."
       "Gimana kalau kita coba cari alamat itu. Gue pengen banget nemuin orang itu. Mudah-mudahan dia mau nolongin gue."
       "Oke."
       Saat itu pula Ludi berpamit pulang."Jam dua siang ini juga kita ketemu didanau." kata Ludi.
       "Oke didanau, Jam dua siang."
       Dan Ludi pun melesat berlari pulang sambil menggendong tas buku di punggungnya. ia melwati jalan pintas, memasuki taman kota, melintas jalan tikus, dan menyebrangi jalan raya yang padat. beberapa pengendara memaki kesal seraya menekan pedal rem, karena Ludi menyebrang tergesa dan ceroboh.
       Setelah makan dan berganti pakaian, Ludi mulai mempersiapkan diri untuk perjalanannya mencari rumah pengarang buku "medium, penghubung para arwah" Jaya Adi Prakasa. Ia mengenakan T-shirt sporty warna biru dan celana jeans komprang sebatas betis. Beberapa peralatan ia masukan kedalam tas ransel,dari senter kecil , pisau lipat, dan beberapa bungkus biskuit yang dia ambil dilemari dapur. Juga satu botol air mineral. Kini ia harus memecahkan si ayam jago merah .Celengan yang sudah dua tahun tidak ia buka. Sejujurnya Ludi agak ragu-ragu untuk memecahkan siayam jago, karena sebelumnya ia sudah janji dalam hatinya hanya akan membongkar ayam jago itu jika ia sudah lulus sekolah dasar setahun setengah lagi. Ludi mengocok-ngocok celengannya bimbang. Suara uang terdengar bergemerincing. Arwah sikakek bermantel biru duduk dikursi belajar Ludi seraya tersenyum simpul, mengawasi Ludi yang kelihatan ragu.
     "Kenapa? Senang melihat saya bangkrut?!" Geram Ludi seraya melototi arwah kakek itu. "Tidak apa kehilangan celengan ini, yang penting aku terbebas dari kalian."Cibir Ludi.
      Sikakek tersenyum mencong. Lalu bayangannya melayang keluar menembus tembok.
      Ludi menghela nafas kesal.Sekali lagi siayam jagonya diguncang-guncang. Berat rasanya harus mengorbankan ayam jagonya. Tapi apa boleh buat, ia tidak punya cukup uang saku untuk perjalanannya sore ini. Maka dengan sekali banting, ayam jagonya pecah berkeping-keping. Ludi meraup dan memasukan uang yang berceceran dilantai kedalam ranselnya tanpa menghitung. Sebelum keluar dari kamar, Ludi menyempatkan diri melongok keluar jendela, ketaman samping rumahnya. Disana Ludi melihat Nesya berdiri seraya melambaikan tangannya. Ludi tersenyum sinis. "Kita lihat saja nanti, apakah aku bisa membantumu atau justru memusnahkanmu dari pandanganku Nesya." Ludi menutup jendelanya.
       Waktu dijam tangan Ludi menunjukan pukul tiga belas tiga puluh. Setengah berlari Ludi turun ke bawah, masuk kedalam garasi dan mengambil sepeda gunungnya. ia mengenakan helmnya dengan tergesa. Dihalaman rumahnya Ludi berpapasan dengan ibunya.
        "Ludi kamu mau kemana?" Teriak ibunya begitu melihat Ludi melintas kencang dengan sepedanya.
         "Kegunung mami," Jawab Ludi sambil terus melaju. "Mau cari beberapa contoh tumbuhan untuk praktek biologi." bohong Ludi.
         Ibunya menggelengkan kepala, kesal melihat Ludi pergi tanpa pamit. Ludi mengayuh sepedanya melintasi jalan pintas menuju danau. Kemeja kotak-kotak tak terkancing yang sengaja dipakai melapisi T-shirtnya berkibar kebelakang kebawa angin. Pada jalur yang berbeda, Donald pun mengayuh sepedanya tak kalah kencang dengan Ludi. Mereka sampai ditepi danau hampir berbarengan. Nafas keduanya tanpa engos-engosan.
        "Apa yang dibawa ditas ransel?" tanya Donald seraya mengatur nafasnya yang putus-putus.
        "Sedikit perbekalan untuk kita dijalan." Jawab Ludi."Kira-kira jam berapa kita bakalan sampai tempat tujuan?"
        Donald melihat jam tangan G-Shok dilengannya. "Kalau tidak ada halangan kita akan sampai jam tigaan atau paling lambat setengah empat."
       "Oke kita cabut sekarang."
       Keduanya mengayuh sepeda kejalan utama.
       Rumah paranormal terkenal, Jaya Adi prakarsa berada dikaki gunung. Disebuah pedesaan yang sejuk. Ludi dan Donald mengayuh sepedanya disepanjang jalan pedesaan yang rusak. Dikanan kiri jalan terhampar pesawahan dengan pohon padi yang menghijau. Layaknya seperti hamparan pemadani raksasa yang terbentang luas. Kedua anak itu dengan tangkas mengayuh sepedanya menghindari lobang-lobang jalan yang digenangi air.
      "Tempatnya masih jauh apa sudah dekat Don? "Teriak Ludi sambil terus mengayuh sepedanya mengikuti laju sepeda Donald.
      "Sebentar Lagi.Tinggal satu tanjakan lagi."
       Mereka dengan semangat terus mengayuh sepedanya. Peluh sudah membasahi seluruh tubuh keduanya. setelah mengarungi perjalanan hampir satu jam setengah akhirnya mereka menaiki tanjakan diujung pesawahan. Memasuki gelapnya perkebunan.tenaga keduanya hampir habis. Akhirnya mereka menuntun sepedanya menaiki jalan yang menanjak terjal.
      "Sebentar lagi. Hanya beberapa menit lagi. Setelah melewati tanjakan ini kita akan menemukan rumahnya disebelah kanan jalan.:Ujar Donald diantara nafasnya yang terputus-putus sambil terus menyeret sepedanya keatas.
      Betul saja. Setelah tanjakan terjal itu habis, mereka berdua menemukan sebuah bangunan terpencil disebelah kanan jalan.
      "Itu dia rumahnya." teriak Donald girang.
      Dan merekapun segera mengayuh sepedanya kencang.
      Rumah itu cukup besar dan dikelilingi pagar besi yang tinggi. Tapi tampak kusam tak terawat. Cat pagar besinya sudah terkelupas dan berkarat. Ada beberapa bagian dinding tembok yang runtuh hingga yang tampak tumpukan bata. Ludi dan Donald menepikan sepedanya didepan pintu gerbang rumah itu. Sejenak mereka berdua mengawasi rumah besar itu.
     "Sepertinya sudah tidak berpenghuni." Gumam Ludi.
     Donald mengintip kedalam melalui lobang piber yang menutupi pintu gerbang besi."Tapi ada sepasang sandal jepit didepan pintu belakang."
     "Kita coba aja ya." Tangan Ludi masuk kedalam lobang piber mencari slot pintu. Tapi yang dia temukan sebuah gembok terkunci."Digembok Don."
      "berarti ada penghuninya, soalnya digembok dari dalem.kalau gitu diketok aja."
      "Pake apaan ya...?" Ludi mencari sesuatu. Kemudian dia memungut sebuah batu.
      Treng!Treng!Treng!Treng!
      Besi pintu gerbang yang dipukul pake batu oleh Ludi terdengar berdenting nyaring. Tapi tidak terdengar sahutan apapun dari dalam. Rumah itu sepertinya memang sudah lama ditinggalkan penghuninya.
      Ludi mengulang lagi. Kali ini lebih keras. Tapi suasana didalam tetap saja sunyi. "Sepertinya rumah ini memang sudah kosong."
      "Tidak mungkin," Kilah Donald. "Buktinya pintu gerbang dikunci dari dalam .Aku yakin didalam ada orangnya." Donald menebarkan pandangannya.
     "Mungkin ada jalan lain untuk bisa masuk kedalam rumah ini." katanya.
     Ludi melihat pohon nangka disamping tembok. "Mungkin kita bisa masuk lewat sana." Kata Ludi.
     Donald tertawa."Yo kita coba."
     Mereka menuntun sepedanya kesamping rumah besar itu dan menyandarkannya didinding tembok pagar dibawah pohon nangka,
     Ludi mendongak mengawasi pohon nangka yang berdiri didepannya. "Kita harus memanjatnya supaya bisa melompat masuk kedalam tembok pagar ini."
     "Is Oke . No problem." ujar Donald riang.
     Keduanya menaiki pohon nangka itu dengan tangkas seperti dua ekor monyet. Begitu sampai diatas pagar tembok Donald tampak ragu. "Kayanya lumayan tinggi ya? kalau kita lompat kesana apa tidak sakit?"
      "Tidak ada pilihan, " Ujar Ludi. Lalu menjatuhkan ranselnya kebawah "Gue lompat duluan ya." Tubuh kecil Ludi meluncur.
     Gdubrak!!
     Ludi meringis, Telapak tangannya sakit membentur lantai konblok yang terhampar dibawah. Tapi segera ia bangkit dan mengacungkan dua ibu jarinya kearah Donald. "Quicly!Cepat men.Ngak apa-apa ko."
     Seraya menutup mata ,diliputi rasa ngeri akhirnya Donald mengikuti Ludi menjatuhkan diri. malangnya pantat Donald membentur sebuah Pot bunga, dan ia mengerang kesakitan.
     "Lu, engga apa-apa men?" tanya Ludi khawatir.
     "Sakit gila. pantat gue kena pot sialan ini,"
     "Coba lihat, memar gak?" Ludi memeriksa pantat Donald ."Kalau memar, gue bawa trombopob ditas."
     Pada saat itu sebuah tangan dingin mencengkram bahu Ludi dari belakang.
     "Apa yang kalian lakukan disini?" bentaknya.
     Seketika Ludi dan Donald berpaling, lalu berteriak sekuatnya diliputi rasa takut. Seorang lelaki bertubuh kurus dan berbaju kusam berdiri didepannya. Wajahnya pucat dengan kelopak mata cekung menghitam.
    "Stop!" bentak lelaki itu. Menghentikan teriakan Ludi dan Donald yang berkepanjangan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar